Boneka Kesayangan
Wednesday, February 17, 2016
Saya suka bermain
boneka saat masih kecil. Kesukaan ini ditularkan oleh Ibu yang hobi mengoleksi
boneka beruang. Beliau mempunyai boneka yang mirip dengan teddy bear milik Mr.
Bean. Ada juga boneka beruang antik, boneka beruang lucu berwarna cokelat
cerah, dan sebagainya. Ibu menamai mereka satu per satu. Namun seingat saya,
yang menjadi kesayangan beliau bukanlah boneka beruang, melainkan boneka anak
anjing yang memakai piyama merah jambu. Namanya Elizabeth. Dia mempunyai dua
telinga yang terkulai dan sepasang mata bundar yang tampak sedih. Usianya bahkan
lebih tua dari saya. Semasa kecil, saya suka iseng memainkan Elizabeth.
Photo by Oxana Lyashenko on Unsplash |
Tak hanya boneka-boneka
Ibu yang meramaikan masa kecil saya. Dulu banyak kerabat yang menghadiahi saya
boneka. Ada boneka Digimon, Dipsy, dan boneka beruang yang memakai gaun.
Beberapa kerabat lebih suka memberi uang untuk membeli boneka sendiri. Yang
pertama saya beli adalah boneka gajah besar berwarna biru. Saya membelinya di
Sekaten dan merasa bangga sekali. Beberapa waktu kemudian, saya membeli boneka
beruang berwarna oranye cerah. Lalu boneka anak anjing kecil yang diberi nama
Mila.
Ada masanya ketika saya
lebih suka memainkan boneka kecil. Ukurannya hanya 10-20 sentimer, begitu lucu
dan mudah dibawa. Beberapa di antaranya adalah boneka rajut, boneka beruang
mini, dan boneka malaikat bundar yang berwarna kuning. Mereka begitu mungil
sehingga bisa dibawa ke mana-mana. Seringkali saya tidur sambil menggenggam
mereka.
Tahun demi tahun
berlalu. Masa kejayaan boneka kapuk mulai tergantikan oleh barbie. Semasa kecil
saya mengoleksi banyak barbie dan segala pernak-perniknya. Sebagian besar yang
saya beli adalah barbie murah, jadi gampang rusak dan peyot. Hanya sesekali
saja saya membeli barbie yang bagus. Satu buah berharga 50 ribu rupiah dan
cukup mahal untuk saat itu, terutama bagi anak SD. Saya pun membelinya dengan
uang tabungan. Sesekali Ibu membelikan saya, tapi dengan syarat ranking di
sekolah harus bagus.
Saya selalu ingin
mempunyai rumah barbie. Kelihatannya bagus sekali dalam buku dan majalah.
Ukurannya besar dan dibagi menjadi beberapa ruangan. Ada ruang keluarga lengkap
dengan sofa dan televisi, dapur yang dipenuhi peralatan masak mini, sampai
ruang tidur dengan kasurnya yang empuk. Namun harganya mahal sekali. Dulu saya
dan Ibu pernah membuat perjanjian: kalau saya meraih rangking satu di sekolah,
beliau akan membelikan rumah boneka. Saya pun jadi semangat belajar. Selama SD,
entah sudah berapa kali saya meraih rangking satu. Namun Ibu tak pernah membelikan
rumah boneka. Saya duga, ini ada hubungannya dengan kenyataan bahwa saya hidup
bersama empat saudara. Mereka juga butuh dibelikan mainan dan dibiayai
macam-macam. Saya pun bersabar saja.
Sebagai gantinya, Ibu
membuatkan saya rumah boneka dari lemari bekas obat. Tingginya sekitar 70
sentimeter. Ada sebuah ruangan besar yang lantainya dicat serupa kayu. Saya
menggunakannya untuk ruang tamu. Bahkan Ibu membuat perapian dari kertas dan
menggunting gambar buku serta hiasan untuk ditaruh di atasnya. Selain itu, ada
dua ruangan kecil untuk kamar mandi dan dapur. Ada juga loteng untuk kamar
tidur. Tembok luar rumah boneka itu dicat dan dilukisi oleh Ibu. Tak lupa
beliau memasang cerobong asap supaya tampak lebih nyata. Hasilnya sangat keren!
Saya suka sekali.
Saya bermain dengan
rumah boneka itu sampai kelas 4 SD. Kemudian saya mulai mengenal komputer dan
tergila-gila pada game The Sims. Game itu mirip dengan permainan rumah boneka,
tapi lebih canggih dan menarik. Saya juga mulai memainkan game peternakan
Harvest Moon. Gara-gara itu, saya jadi melupakan boneka-boneka yang menemani
selama ini. Mereka teronggok begitu saja di kardus mainan. Sebagian
dilungsurkan ke adik-adik saya, tapi tidak bertahan lama. Bahkan rumah boneka
yang indah itu pun perlahan tersingkir ke pojok ruangan.
Selama SMP dan SMA,
saya hampir tak pernah memainkan boneka. Namun saya suka melihat-lihat konter
boneka setiap kali pergi ke toko atau mall. Saya akan memilih boneka yang
paling besar dan empuk, lalu memeluknya. Kebiasaan itu masih ada sampai
sekarang. Saya memang masih menyukai boneka dan segala kelucuannya. Mereka
terlalu empuk dan lembut untuk ditolak.
0 comments