I Wish I Could Reverse The Time but I Couldn’t so I just Pray for You
Friday, August 12, 2016
Kali ini saya akan bercerita tentang
kisah cinta selama KKN. Kata orang, KKN memang tak lengkap tanpa cinta-cintaan.
Banyak yang berniat mencari jodoh—baik dengan rekan satu tim maupun warga
lokal. Bagaimana dengan tim saya sendiri? Selama 47 hari, kami tinggal dalam
dua pondok. Satu pondok berisi 16 orang, sedangkan yang satu lagi berisi 15
orang. Perempuan dan lelaki dicampur. Kami makan bersama, tidur bersama, pokoknya
melakukan berbagai aktivitas bersama. Wajar kalau perlahan muncul ketertarikan,
Namun lucunya, kisah cinta di tim
kami tak sebanyak yang saya kira. Memang ada dua pasangan yang ke mana-mana
selalu bareng. Juga ada beberapa teman yang ditaksir warga lokal. Plus, ada
satu pasangan yang sejak awal sudah pacaran. Namun di luar itu, tak ada kisah
cinta yang mencolok. Kenapa ya? Barangkali karena sebagian sudah punya pacar.
Sebagian belum tertarik cari pasangan. Sedangkan sebagian lagi… baru putus.
Aneh memang, ada lima orang di tim
saya yang putus menjelang KKN. Ada juga beberapa orang yang sudah putus lama
tapi masih susah move on. Nah, cerita
itulah yang akan saya angkat. Sesuai dengan judul tulisan ini: I Wish I Could Reverse The Time but I Couldn’t so I just Pray for You. Saya meminjamnya dari lagu ciptaan komposer favorit
saya, Gardika Gigih Pradipta. Menurut Mas Gigih, lagu ini berkisah tentang
pertemuan dan perpisahan. Seindah apa pun suatu pertemuan, pada akhirnya
perpisahan akan terjadi. Berikut ini adalah kisah tiga teman KKN saya (nama
disamarkan) dalam menghadapi perpisahan.
Photo by Matheus Ferrero on Unsplash |
Kisah pertama: Keke, perempuan yang diputuskan pacar tanpa tahu apa
kesalahannya
Keke adalah teman saya yang hobi
berdandan. Dia selalu memakai make up,
lengkap dengan lipstik merahnya. Nah, Keke putus dengan pacarnya sekitar dua bulan sebelum KKN. Dia sama
sekali tak menduga bakal diputuskan secara sepihak. Siapapun yang pernah
diputuskan pacar, pasti sepakat kalau rasanya sangat tak enak. Kita akan merasa
tak berharga. Tak cukup pantas untuk dicintai. Barangkali itu pula yang
dirasakan Keke. Terlebih, dia tak paham di mana letak kesalahannya dalam
hubungan. Selama ini dia selalu berusaha mandiri dan tak merepotkan sang pacar.
Namun entah mengapa, rupanya itu semua tak cukup. Hubungan mereka harus
berakhir.
Saya sempat mengobrol dengan Keke
beberapa hari setelah mereka putus. Dia terlihat kacau. Namun waktu terus
berjalan, tak peduli dia sedang patah hati atau tidak. KKN pun dimulai. Dia
disibukkan oleh program-programnya. Untungnya dia sudah tampak kuat lagi. Saya
sempat salut, kelihatannya dia hanya butuh waktu singkat untuk sembuh. Namun
kenyataannya tidak. Keke sempat mengaku, dia pun mengalami masa-masa sulit selama
KKN. Terkadang dia bahkan menangis saat malam hari.
Walaupun tampaknya masih menyimpan
rasa, Keke tak mau balikan dengan mantannya. Sudah cukup, katanya. Dia sudah
mengalami masa yang sulit selama beberapa bulan terakhir. Untuk sampai di titik
ini, dibutuhkan perjuangan besar. Jadi dia tak ingin kembali lagi ke titik awal
patah hati. Lebih baik mengikuti berlalunya waktu. “Ini pelajaran buatku,” kata
Keke, “di masa depan, aku harus mencari pasangan yang lebih baik dari dia.”
Kisah kedua: Putri, perempuan yang hubungannya kandas saat dia hendak
serius
Putri adalah teman saya yang cukup
melankolis. Dia menyukai bacaan-bacaan sastra. Sejauh ini, Putri sudah pacaran
sekitar lima kali. Empat yang pertama belum serius. Saat itu dia hanya menganggap
pacaran sebagai status. Namun pada hubungan kelima, mulai ada keinginan untuk
melangkah lebih jauh. Namun sayangnya hubungan mereka kandas setahun lalu.
Walau begitu, Putri masih belum bisa move
on dari mantan. Masih sering bercerita betapa menyesal dirinya, dan betapa
inginnya mengulang masa lalu.
Suatu malam, saya berjalan-jalan ke
pantai dengan Putri dan seorang teman. Suasana pantai yang sepi dan dingin
membuat Putri galau. Lantas mulai bercerita lagi tentang sang mantan. Bahkan
menunjukkan foto mereka berdua yang masih disimpan di dompetnya! Ternyata ini
gagal move on tingkat parah. Setelah
itu, Putri meminjam pulpen dan kertas pada saya. Dia menulis sesuatu di kertas
itu—barangkali kesan pesannya pada mantan pacar. Lalu kertas itu diremasnya
menjadi gumpalan kecil. Dengan sekuat tenaga, Putri pun melemparnya ke laut.
Barangkali itu adalah simbol dari tekadnya melupakan sang mantan. Galau abis.
Dulu Putri berdoa agar dia dan mantannya
kembali menjadi jodoh. Namun seiring berjalannya waktu, dia hanya berdoa semoga
sang mantan mendapat jodoh yang terbaik. Rupanya dia sudah mulai ikhlas. Bagi
orang yang benar-benar mencintai, kepemilikan memang bukan hal penting. Yang
paling penting adalah melihat orang kesayangan kita sehat, sukses, dan bahagia.
Kisah ketiga: Ando, lelaki yang ingin balikan dengan mantan terindahnya
Kalau dua teman saya tadi perempuan,
sekarang laki-laki. Ando adalah orang yang terkesan pintar dan nyentrik, bahkan
agak gila. Namun entah kenapa mantannya cantik-cantik. Selama ini dia sudah
pacaran beberapa kali. Namun ada satu mantan yang tak bisa dilupakan, yaitu
mantannya saat SMA. Mereka sudah putus tiga tahun lalu. Tapi Ando masih
merindukannya sampai sekarang.
Apa yang membuat gadis itu spesial di
antara mantan-mantan lainnya? Menurut Ando, ada sesuatu dalam gadis itu yang
tak bisa ditemukannya pada orang lain. Singkat kata, dia adalah mantan
terindah. Wajahnya memang cantik dan suaranya merdu. Menurut Ando, dia semakin
bersinar sejak mereka putus. Ando telah beberapa kali mengajaknya balikan—tapi
dia tak mau. Gadis itu takut kalau Ando akan melakukan kesalahan yang sama
seperti dulu.
Namun Ando belum menyerah juga.
Selama KKN, dia tetap berupaya mendekati gadis itu. Untung komunikasi masih berjalan
lancar. Mereka beberapa kali chatting dan
saling telepon. Ando tampak sangat bahagia setiap habis melakukannya. Namun
pada satu titik, dia berhenti. Tak lagi berhubungan. Tak lagi penasaran. Tak
lagi menginginkan gadis itu. “Sudah cukup,” kata Ando, “rasanya kisah kami
cukup sampai di sini saja.”
Karena pada akhirnya, doa adalah satu-satunya penghubung…
Itu tadi kisah Keke, Putri, dan Ando.
Mereka mencerminkan betapa sulitnya bangkit dari masa lalu. Setelah hubungan
berakhir, awalnya memang sulit menerima. Kehilangan seseorang yang dicintai
memang tak mudah. Benak kita menolak untuk melupakannya. Kita pun mengulang-ulang
kenangan masa lalu. Mengulang rasa sakit. Mengulang rindu. Lantas pada akhirnya
sadar, kita tak bisa memutar balik waktu. Yang sudah berlalu tak bisa kembali
lagi. Sekarang kita hanya bisa mendoakan. Sebab pada suatu titik, doa adalah
satu-satunya penghubung.
0 comments