Pengalaman Traveling ke Singapura: Singkat, Murah, dan Berkesan!
Wednesday, August 10, 2016
Akhir Maret lalu, saya mendapat
kesempatan untuk traveling singkat ke
tiga negara. Perjalanan ini spesial karena saya melakukannya sendirian. Yang
pertama saya kunjungi adalah Singapura. Saya berangkat dari Bandara Adisujipto
Yogyakarta. Penerbangan internasional di sana terbatas hanya untuk Singapura
dan Malaysia. Kebetulan saya dapat penerbangan pagi, sekitar pukul setengah
delapan. Tentu saja saya datang lebih awal supaya tidak ketinggalan pesawat.
Untungnya saya sudah melakukan web check
in dan tidak membawa bagasi, jadi ketika sampai di bandara, tinggal
melewati imigrasi.
Photo by Zhu Hongzhi on Unsplash |
Apa saja yang harus dilakukan di imigrasi?
Kita hanya perlu menyerahkan paspor
dan tiket pesawat, lalu menjawab beberapa pertanyaan. Misalnya saja mau ke
mana, sudah pernah ke luar negeri atau belum. Tak perlu tegang. Selain itu, ada
aturan imigrasi yang harus dipatuhi. Misalnya saja tidak boleh membawa botol
minuman yang sudah dibuka karena bisa menyebar virus. Kita juga tidak boleh
membawa wadah berisi cairan (bisa pembersih wajah, sampo, odol, dan sebagainya)
yang lebih dari 100 ml. Berdasarkan pengalaman saya dengan imigrasi di 4
negara, petugas hanya mengecek perihal botol minuman. Mereka tidak sampai
mengecek ketentuan 100 ml. Tapi lebih baik patuh aturan saja.
Setelah sukses melewati imigrasi,
saya masuk ke dalam pesawat. Kebetulan dapat tempat duduk di samping jendela.
Itu berarti saya bisa melihat kondisi luar saat pesawat lepas landas dan
mendarat. Menjelang pendaratan, pesawat terbang rendah di atas laut. Saya melihat
banyak sekali kapal yang sedang berlayar dan membentuk pola indah. Tak lama
kemudian, daratan Singapura mulai terlihat. Tampak taman-taman hijau yang rapi
dan jalanan yang teratur. Singapura memang negara maju, saya sudah mulai
merasakan pesona dan gairahnya.
Setelah mendarat di Bandara Changi Singapura, apa yang harus dilakukan?
Karena tidak membawa bagasi, saya
langsung menuju bagian imigrasi. Lalu mengambil kartu kedatangan (departure card) yang disediakan di rak.
Kita harus mengisi informasi umum seputar nama, negara asal, nomor paspor, dan
menjawab apakah selama sebulan terakhir kita mengunjungi Afrika (mungkin karena
di sana banyak penyakit menular dan berbahaya). Setelah itu, saya mengantre untuk
diwawancara petugas imigrasi. Prosesnya simpel saja. Kartu kedatangan yang saya
bawa disobek dan diambil oleh petugas, sedangkan sisanya dikembalikan pada
saya. Ingat, kartu kedatangan ini harus disimpan!
Misi saya selanjutnya adalah pergi ke
penginapan. Untuk ke sana, saya ingin naik MRT (Mass Rapid Transit), kereta cepat di Singapura. Untungnya di
Bandara Changi ada stasiun MRT, tapi hanya di Terminal 2 dan 3 (bandara ini
punya 3 terminal). Kebetulan saya mendarat di Terminal 1. Jadi saya pergi ke
Terminal 2 dengan sky train, yaitu kereta
mini dengan dua gerbong yang menghubungkan terminal di bandara. Transportasi
ini gratis!
Oh ya, sebelum beranjak dari bandara,
ada baiknya melakukan dua hal ini: 1) menukar uang rupiah dengan dolar
singapura (kebetulan saya sudah menukarnya di Indonesia), dan 2) membeli kartu
seluler setempat (saya beli kartu SingTel. Harganya memang lebih mahal kalau
beli di bandara, tapi lebih baik daripada repot cari di tempat lain). Dua benda
ini sangat penting. Dengan dolar singapura, saya bisa membeli makanan dan
karcis transportasi. Lalu dengan kartu seluler, saya bisa internetan dan
memakai Google Maps.
Cara pergi ke penginapan naik MRT
Setelah sampai di Terminal 2 bandara,
ikuti saja petunjuk Train to City.
Kita akan menemukan stasiun MRT di bawah tanah. Tiket bisa dibeli langsung di
mesin. Layar akan menampilkan peta dan rute MRT. Tinggal menentukan tujuan.
Dulu saya memilih tujuan Chinatown karena penginapan saya berada di sana. Selanjutnya
muncul jumlah yang harus dibayar tergantung pada jarak tempuh. Masukkan uang ke
mesin, barulah kemudian tiketnya keluar. Perhatian: uang tidak bisa dimasukkan
sekaligus, harus satu per satu. Yang bisa diterima juga hanya pecahan kecil
seperti 1, 2, atau 5 dolar singapura. Saat itu harga tiket saya sekitar 2 dolar.
Setelah mendapat tiket, saya pergi ke
pintu gerbang stasiun MRT. Lalu menyentuhkan kartu di mesin sampai terdengar
bunyi beep dan pintunya terbuka. Kemudian
cari jalur keretamu. Ada yang hijau, kuning, merah, biru, cokelat, dan ungu. Setelah
menemukan jalur tujuan, carilah pintu masuk yang benar. Lalu tunggu saja dengan
sabar sampai kereta datang. Jangan antre di depan pintu, tapi antrelah di
samping kiri dan kanannya.
Nah, ada pengalaman unik selama saya
di stasiun MRT. Ternyata cukup membingungkan untuk mencari jalur kereta yang
benar. Jadi saya bertanya pada seorang warga lokal. Dia tampak seumuran dengan
saya dan memakai hijab. Namanya Nadya. Dengan baik hati dia menunjukkan jalan
yang benar—ternyata jauh juga, bahkan harus naik-turun eskalator. Selama perjalanan,
kami pun mengobrol. Dia kaget saat mendengar rencana traveling saya. "But
it's a little bit scary, right?" komentar Nadya, "is it scary to
travel abroad for the first time, alone?"
Saya hanya tertawa mendengarnya.
Sejujurnya, pengalaman ini memang cukup menakutkan. Tapi saya harus
melakukannya. Sebab saya yakin, setelah berhasil melampaui berbagai ketakutan,
kita akan semakin kaya akan pengalaman. Hehehe. Singkat kata, berkat bantuan
Nadya, saya berhasil naik ke kereta yang benar. Cukup banyak stasiun yang harus
dilalui sebelum sampai di Chinatown. Tapi jangan khawatir bakal terlewat.
Setiap akan berhenti di suatu stasiun, ada pengumuman melalui pengeras suara.
Kalau masih belum yakin, cek saja Google Maps. Aplikasi itu bisa menunjukkan
rute MRT yang kita lalui.
Setelah sekitar satu jam naik MRT,
saya pun sampai ke Stasiun Chinatown. Harusnya penginapan saya tidak jauh dari
sini, tinggal jalan kaki saja. Tapi saya tersasar cukup lama. Berputar-putar di
areal pertokoan dan akhirnya malah kembali lagi ke Chinatown. Karena capek,
saya pun memutuskan untuk berhenti dan makan siang. Saya memesan bakpau dan soft drink di kedai dim sum terdekat.
Setelah kenyang, saya pun melanjutkan perjalanan. Melihat peta kota. Bertanya
pada beberapa orang. Akhirnya penginapan ketemu juga!
Tentang menginap murah di Singapura
Kalau ingin menginap dengan murah,
carilah hostel. Bukan hotel. Perbedaan namanya memang hanya satu huruf, tapi perbedaan
fasilitasnya banyak. Misalnya saja hostel lebih kecil. Satu kamar ditinggali
banyak orang, biasanya sesama turis. Nah, lebih baik lakukan pemesanan hostel
sejak di negara asal. Ada banyak website yang
menyediakan layanan itu, kita tinggal memilih yang sesuai. Lantas lakukan
pembayaran secara online. Jangan lupa
cetak bukti pemesanannya. Jadi ketika di imigrasi, kita bisa mempermudah proses
pemeriksaan karena punya bukti akan menginap di mana. Selain itu, kita pun tak
perlu repot lagi di negara tujuan.
Lantas apa yang harus dilakukan
setelah sampai di hostel? Carilah pemiliknya. Dia akan menggiring kita ke meja
resepsionis, lalu mengecek data yang dibutuhkan. Kita hanya perlu menunjukkan
dua dokumen: 1) paspor sebagai tanda pengenal internasional, dan 2) bukti
pemesanan hostel. Di Singapura, pihak hostel akan mengembalikan paspor setelah
mengeceknya. Sebab saat berjalan-jalan di luar, ada kalanya petugas keamanan
akan meminta kita untuk menunjukkan paspor. Jadi bawalah selalu paspor ke
manapun pergi. Hal ini berbeda dengan pihak hostel di negara lain, Vietnam
misalnya. Mereka justru menahan paspor kita di hostel demi alasan keamanan.
Sebab di sana lebih rawan kriminalitas. Jadi pastikan kita tahu kebiasaan di
negara setempat dan patuhilah aturannya.
Saat itu saya mendapat kamar yang
isinya enam kamar tidur. Namun yang terisi baru tiga termasuk saya. Oh ya,
semuanya perempuan. Ada kamar lain yang khusus untuk turis laki-laki. Nah,
setelah menaruh barang-barang (yang hanya berupa satu tas ransel dan satu tas
selempang kecil), saya pun beristirahat dan mandi. Lantas bersiap untuk
jalan-jalan. Saat keluar hostel, kebetulan saya bertemu dengan seorang teman
sekamar. Dia adalah wanita paruh baya bernama Jean, asalnya dari Filipina. Kami
mengobrol selama beberapa saat. Ternyata Jean sangat suka traveling, dan dia menyarankan saya untuk traveling sebanyak mungkin selagi bisa.
Rupanya Jean datang ke Singapura
bersama seorang keponakannya. Mereka sudah beberapa kali ke Singapura, dan telah
menginap lebih dulu di hostel ini. Dengan baik hati Jane mengajak saya untuk
jalan-jalan bersama. Dia mengenalkan keponakannya, Mark, yang bertubuh gempal
dan mirip panda. Singkat kata kami pun berangkat bertiga.
Tempat apa saja yang bisa dikunjungi di Singapura?
Sebelum berangkat, saya sudah membuat
target akan ke mana saja. Namun karena singkatnya waktu dan dana, akhirnya saya
harus memilih dengan selektif. Berikut ini adalah tempat-tempat yang saya
kunjungi di Singapura selama satu hari (berdasarkan urutan):
- Chinatown. Ini adalah pusatnya barang-barang murah. Dengan jarak sangat dekat dari penginapan, saya bisa mencapainya dengan mudah. Chinatown menjual berbagai macam oleh-oleh seperti kaos, tas, gantungan kunci, patung kecil, berbagai aksesoris, dan lain-lain. Untuk menghemat tempat, saya hanya membeli beberapa gantungan kunci dari kayu (harganya 1 dolar per gantungan) dan dua tas kain berukuran sedang (harganya 6 dolar per tas).
- Merlion Park yang terletak di Marina Bay. Ini merupakan salah satu tempat yang “Singapura banget”. Kalau ke Singapura, kita harus menyempatkan diri untuk mampir ke sini dan berfoto dengan patung singanya. Oh ya, tempat ini bisa ditempuh berjalan kaki dari Chinatown. Sepanjang perjalanan, saya melihat berbagai kafe, mall, serta berbagai dekorasi kota seperti patung. Oh ya, di Marina Bay kita juga bisa melihat atraksi malam secara gratis. Pertunjukan itu berupa semacam permainan cahaya di air dan udara. Pokoknya bagus! Saya menontonnya sambil makan cheese french fries yang ditraktir oleh Mark.
- Silver Garden. Dari Merlion Park, kami pun lanjut jalan-jalan secara random. Tak sengaja malah ke Silver Garden, yaitu taman yang dihiasi oleh pohon-pohon tinggi bercahaya, namanya light trees. Bagus sekali. Selain itu ada berbagai tumbuhan yang ditata dengan apik. Di Silver Garden terdapat stasiun MRT, jadi setelah itu kami bisa langsung pulang.
Sayang sekali waktu saya di Singapura
hanya satu hari. Saya hanya sempat berkunjung ke tiga tempat itu, mulai dari
sore hingga malam hari. Sebab keesokan paginya saya sudah pergi ke negara lain.
Sebenarnya masih banyak tempat yang ingin saya kunjungi. Mulai dari Orchard
Road, Universal Studio, sampai Sentosa Island. Mungkin saya bisa mengunjunginya
di lain waktu.
Satu catatan penting: sebelum traveling ke Singapura, usahakan untuk
mempersiapkan fisik. Sebab kita akan banyak berjalan kaki. Memang ada fasilitas
MRT dan bus. Tapi kalau mau berpetualang dengan maksimal, lebih baik jalan kaki
saja. Saya pun berjalan kaki ke mana-mana, dari satu tempat ke tempat lainnya.
Rasanya kaki sampai hampir putus. Akali kondisi ini dengan minum yang banyak
dan mengonsumsi vitamin.
Sebelum saya berangkat ke Singapura,
kakak saya berpesan: jangan hanya jadi turis di negara orang. Cobalah untuk
menjadi warga lokal. Bersikap seperti mereka, makan seperti mereka, dan melihat
Singapura dengan cara pandang mereka juga. Jangan lupa cari tema
sebanyak-banyaknya. Dengan begitu kita akan mendapat pengalaman yang berbeda.
Bagaimana cara mencari teman selama traveling?
Kalau belum punya teman di negara
tujuan, menginaplah di hostel. Dijamin mau tak mau kita akan mendapat teman
baru. Sebab kita harus menempati satu kamar dengan beberapa orang dari berbagai
negara. Selama di Singapura, untungnya saya sekamar dengan Jean, wanita paruh
baya yang sudah diceritakan tadi. Dia banyak membagi pengalaman traveling-nya pada saya. Ternyata, dulu Jean
bekerja selama 11 tahun di Makau. Lantas belum lama ini dia pensiun dan
memutuskan untuk traveling sepuasnya.
Sayang karena keterbatasan fisik, dia tidak bisa menemani saya lama-lama. Jadi
saya lebih banyak melewatkan waktu dengan Mark.
Seperti bibinya, Mark adalah orang
yang suka traveling. Dia juga ramah
pada turis-turis yang baru dikenalnya. Beberapa hari sebelum saya datang,
ternyata dia menemani sebuah komunitas asing yang hendak tampil di Singapura. Mark
juga banyak bercerita tentang dirinya, terutama pacarnya yang sudah 6 tahun
jadian. Si pacar ini suka sekali panda. Jadi sepanjang perjalanan kami, Mark
memfoto benda-benda berbentuk panda untuk dikirim ke pacarnya. So sweet. Oh ya,
sampai sekarang saya masih berhubungan dengan Mark di sosial media. Dia sudah
pindah dari Filipina dan menetap di Perancis bersama ibunya.
Setelah seharian di Singapura, saatnya beranjak pergi…
Saya berusaha memanfaatkan waktu istirahat
dengan maksimal. Sebab keesokan paginya, saya sudah harus berangkat ke bandara.
Lakukan packing dengan baik. Jangan
sampai ada yang ketinggalan. Saat hendak check
out, ternyata tidak ada orang di resepsionis. Jadi saya pun langsung pergi.
Berputar-putar sejenak di kota, lalu sampai di stasiun MRT. Dari sana langsung
membeli tiket ke Bandara Changi.
Sesampainya di bandara, saya pun
mengeluarkan tiga dokumen: 1) tiket pesawat, 2) paspor, dan 3) sobekan departure card yang diperoleh saat
kedatangan di Singapura. Usahakan untuk sampai di bandara sedini mungkin.
Karena ini penerbangan internasional dan saya sendirian, jadi saya datang
sekitar tiga jam sebelum pesawat berangkat. Kelamaan? Tak apa-apa, daripada
ketinggalan pesawat. Kita bisa mengisi waktu dengan sarapan dan jalan-jalan di
sekitar bandara.
Banyaknya waktu yang tersisa juga
akan membuat kita lebih tenang. Tidak terburu-buru. Kalau tiba di lokasi yang
salah pun, kita masih punya waktu untuk pergi ke lokasi yang benar. Ingat! Apa
pun bisa terjadi di bandara. Bisa saja kita salah gerbang keberangkatan. Atau
mungkin salah terminal (jangan lupa, di Singapura ada 3 terminal. Butuh waktu
agak lama untuk berpindah terminal dengan naik sky train). Lebih parah lagi, bisa saja kita salah bandara.
Misalnya saja kalau ke Kuala Lumpur. Di sana ada dua bandara yang jaraknya
cukup jauh. Untungnya, Singapura hanya mempunyai satu bandara. Tapi kita tetap
harus sehati-hati mungkin.
Selama menunggu beberapa lama, waktu
keberangkatan pun tiba juga. Kali ini saya naik pesawat Tiger Air. Setelah
serangkaian pemeriksaan, akhirnya saya bisa naik ke dalam pesawat. Lantas pergi
meninggalkan Singapura… menuju ke negara lain: Vietnam. Tunggu cerita
selanjutnya!
2 comments
hahaha asyik tulisannya mbak Pandan. aku beli singtel di changi harganya paling murah 38$.
ReplyDeletedan setuju banget, kalau mau dapet teman baru itu nginepnya di hostel, saya tiap nginep pasti dapet temen jalan ke sana :)
Hihihi makasih Mas Rizqi :) Iya, saya juga beli dengan harga sekitar segitu. Mahal tapi memang berguna buat ngapa-ngapain~
DeleteSip sip. Kadang jalan sendirian memang asyik, tapi kalau ada temen jalan (terutama yang paham lokasi) jadi lebih asyik lagi.
Btw, Mas Rizqi habis ke Mesir ya? Mau dong baca tulisan tentang itu :D