Sekarung Kentang Busuk yang Kita Seret ke Mana-mana
Sunday, October 02, 2016
Sebelum keluar rumah, setiap hari
saya bercermin. Menatap bayangan diri sendiri. Lantas tersenyum lebar dan gembira.
Kebiasaan ini telah berlangsung selama bertahun-tahun. Menjadikan saya orang
yang murah senyum. Banyak orang heran karena saya selalu tampak ramah dan
tenang. Banyak pula yang penasaran, apakah saya pernah meledak marah? Pernah sedih
sampai menangis? Pernah kesulitan dan depresi? Tentu pernah. Namun saya
berusaha mengelola emosi negatif itu supaya tak berlarut-larut.
Ada satu cerita yang menginspirasi
saya sampai sekarang. Tentang kebencian dan sekarung kentang busuk. Suatu hari,
ada seorang guru yang meminta murid-muridnya untuk membawa sekarung kentang.
Setiap kentang mewakili orang yang pernah menyakiti hati mereka dan belum
dimaafkan. Lantas, karung itu harus dibawa ke mana-mana. Kalau belum memaafkan
orang yang bersangkutan, mereka tak boleh membuang kentangnya.
Photo by JESHOOTS.COM on Unsplash |
Hari demi hari pun berlalu. Para
murid mengeluh karena keberatan membawa karung. Apalagi, kentang-kentang itu
mulai busuk dan berbau tak enak. Sungguh tak nyaman untuk menyeretnya ke
mana-mana. Akhirnya mereka memutuskan untuk membuang semua kentang. Dengan
catatan, harus memaafkan orang-orang yang pernah menyakiti hati mereka. Setelah
itu kehidupan jadi lebih nyaman. Tak ada lagi kentang busuk dan beban
kebencian.
Dari kisah itu, kita belajar tentang
pentingnya memaafkan. Memang bukan hal yang mudah. Saat disakiti orang lain,
kita cenderung mengingat-ingat perbuatan mereka. Lantas memori itu berubah
menjadi rasa tak suka, benci, atau bahkan dendam. Padahal hanya merugikan. Kebencian
dalam diri kita akan mengurangi kualitas hidup. Sebenarnya kita bisa bahagia
dan bebas, tapi karena menyimpan emosi negatif, pikiran jadi terkurung.
Tak hanya kebencian yang membebani
kita. Banyak emosi lain seperti kesedihan, ketakutan, keraguan, dan sebagainya.
Tanpa sadar kita membawanya ke mana-mana. Beraktivitas dibayangi mereka. Setelah
beban itu menjadi sangat busuk, kita dihadapkan pada dua pilihan: membuangnya
atau membusuk bersamanya.
Saya pun pernah mengalami hal itu.
Selama beberapa bulan terakhir, saya menyeret sekarung kentang busuk yang
bernama penyesalan. Penyebabnya adalah kehilangan sesuatu yang sangat berharga.
Saking berharganya, saya kesulitan untuk melepas dan merelakan. Perasaan itu
pun membayang-bayangi setiap hari. Padahal saya sudah berusaha sesibuk mungkin.
Berkenalan dengan orang-orang baru. Melakukan perjalanan jauh. Namun tanpa
sadar, saya terus menyeret-nyeret sekarung kentang busuk. Baunya sudah tak
tertahankan. Begitu pula beratnya, tangan saya sudah lecet karena terlalu lama
membawanya.
Sudah lama saya ingin membuang
kentang busuk itu. Namun entah kenapa tak bisa. Rupanya, karung tadi telah
menjadi parasit dan menempel pada pikiran saya, mencegah untuk dilepas. Sampai
akhirnya saya berusaha melepas paksa. Rasanya sudah cukup. Sudah saatnya bebas
dari penyesalan, lalu hidup dengan sepenuh-penuhnya. Saya pun membuang kentang
itu satu demi satu. Mengamati setiap butirnya yang menghitam. Membiarkannya
jatuh dari tangan saya, lantas menggelinding ke tempat yang jauh dan gelap. Betapa
leganya perasaan saya sekarang.
Kini saya mengajakmu untuk melakukan
hal yang sama. Barangkali ada sesuatu yang membebanimu selama ini. Entah kesedihan,
kemarahan, atau rasa yang tak tersampaikan. Jangan biarkan mereka menyedot
energimu. Jangan biarkan mereka menghalangi hidupmu. Lepaskan saja. Kau akan
merasa lega dan bahagia.
0 comments