4 Filosofi Sederhana tentang Hidup Kita
Tuesday, January 17, 2017
Sebelum menulis di blog ini, saya mengisi beberapa blog
lain. Salah satunya bernama Pleasure
of Thinking. Wadah itu dibuat
untuk menampung pemikiran saya yang membludak. Sebab, manusia berpikir
rata-rata 70.000 pikiran per hari. Sayang kalau dilupakan begitu saja. Maka
saya menuliskannya supaya abadi. Nah, berikut ini adalah empat tulisan singkat
yang pernah saya buat di Pleasure of
Thinking. Semua ditulis pada tahun 2012 – 2013. Berisi filosofi sederhana
tentang keseharian kita. Selamat menikmati!
Photo by Amy Treasure on Unsplash |
Kiat
Konsisten Melaksanakan Resolusi Tahun Baru
Pada momen tahun baru ini, Anda tentu membuat
target-target atau resolusi. Mungkin Anda bertekad meningkatkan kemampuan
tertentu atau melakukan suatu hal. Untuk mewujudkannya, yang dibutuhkan adalah
konsistensi. Sebab sikap konsisten dapat melancarkan langkah-langkah Anda.
Sayang, biasanya konsistensi hanya bertahan di awal. Lantas bagaimana cara
menjaga konsistensi? Pada kesempatan kali ini saya akan membahas satu kiat
efektif.
Dalam situasi apakah Anda terus berlari? Saat
dikejar anjing. Sebab tak ada pilihan kecuali berlari—kecuali Anda ingin
digigit. Begitu pula dengan melaksanakan resolusi tahun baru. Supaya konsisten,
Anda harus memposisikan diri sebagai pihak yang dikejar. Siapa pihak yang
mengejar? Bisa siapa saja atau apa saja. Anda yang masih muda bisa membayangkan
dikejar oleh waktu. Sebab untuk meraih kesuksesan sebanyak mungkin, Anda harus
mulai sukses sedini mungkin. Sedangkan apabila ingin lebih dekat dengan Tuhan,
bayangkanlah Anda dikejar oleh manusia. Sebab cara mendekatkan diri dengan diri
dengan Tuhan adalah terlebih dahulu mendekatkan diri pada manusia.
Bayangkanlah dengan jelas tekanan saat Anda
dikejar dan rasa takut apabila tertangkap. Ulanglah bayangan tersebut hingga
Anda merasa tak ada pilihan kecuali tetap berlari—atau dalam kasus ini, tetap
berusaha. Dijamin Anda akan konsisten dalam melaksanakan resolusi tahun baru. Cara
ini memang agak memaksakan diri, tetapi apa lagi yang bisa dilakukan untuk
menghapus rasa malas? Kalau menunggu sampai mood baik atau sampai kondisinya
pas, Anda malah tak akan melakukan apa-apa. Sebab sesungguhnya tak ada waktu
yang paling tepat untuk melaksanakan segala sesuatu. Maka bertindaklah.
Sekarang!
Bahaya
Perfeksionisme bagi Anak Muda
Perfeksionis—sifat yang menginginkan segalanya
sempurna—merupakan poin penting untuk memaksimalkan kerja. Namun sifat tersebut
cenderung berbahaya bagi anak muda. Tuntutlah
ilmu sebanyak mungkin selagi muda, begitu nasihat orang-orang tua. Anak
muda memang memiliki energi yang sangat besar untuk belajar. Ingatan juga belum
tumpul. Selain itu, mereka memiliki ketertarikan berlebih untuk mempelajari
hal-hal baru. Maka tak berlebihan apabila saya katakan masa muda merupakan masa
yang paling baik untuk belajar.
Dalam belajar dibutuhkan sifat-sifat yang
memaksimalkan proses tersebut, seperti disiplin, konsisten, sabar, dan
sebagainya. Bagaimana dengan perfeksionis? Saya tak menganjurkannya, sebab
sifat tersebut justru menghambat pembelajaran. Akibat menginginkan segala
sesuatunya sempurna, jumlah waktu belajar menurun. Padahal sebenarnya kemahiran
timbul berkat kuantitas—bukan kualitas.
Contohnya adalah pelukis. Apabila seorang
pelukis muda mempunyai sifat perfeksionis, dalam sebulan ia hanya hanya akan
berkutat mengerjakan satu karya. Sedang pelukis muda yang tidak perfeksionis
dapat menghasilkan tiga puluh karya dalam sebulan. Dengan banyaknya pengalaman,
kemampuannya justru lebih cepat matang daripada pelukis yang perfeksionis. Jadi
apabila Anda seorang anak muda, belajarlah sebanyak mungkin tanpa terlebih
dahulu memperhatikan kualitas. Kualitas akan menyusul belakangan.
Pilih Jadi
Ekor Naga atau Kepala Cacing?
Kadangkala dalam tes wawancara Anda menjumpai
pertanyaan, “Pilih jadi ekor naga atau kepala cacing?” Anda tentu ingin
memberikan jawaban terbaik, begitu pula saya.
Menjadi ekor naga, berarti Anda adalah orang
yang dipimpin. Anda hanya bawahan, tetapi tak sekadar bawahan—Anda naga.
Sebagai contoh, Anda adalah pegawai dengan posisi rendah di suatu perusahaan
ternama. Posisi Anda memang rendah dan mungkin Anda tak “terlihat”. Namun Anda
berada di perusahaan ternama; Anda bisa belajar banyak dan diuntungkan oleh
segala fasilitas di sana.
Menjadi kepala cacing, berarti Anda adalah
pemimpin. Namun Anda hanya cacing; tak banyak yang bisa diperbuat oleh cacing.
Sebagai contoh, Anda adalah pimpinan sebuah perusahaan kecil. Anda tak
memperoleh banyak fasilitas. Namun Anda bisa berbuat sekehendak hati; Anda
bebas, tak ada yang memerintah.
Jadi, mana yang lebih baik? Menjadi ekor naga?
Menjadi kepala cacing? Kesimpulan saya, tak ada yang lebih baik. Dua-duanya
sama baik… tergantung pada letak kekuatan setiap orang.
Mewaspadai
Pembohong dan Penipu
Di tengah tuntutan moral, ada saja orang-orang
yang membelot. Pembohong dan penipu adalah contohnya. Keduanya berbahaya untuk
Anda. Bagaimana cara mewaspadainya? Sebelumnya, saya akan memberikan penjelasan
mengenai pembohong dan penipu.
Pembohong bagaikan singa. Ia berbahaya, tetapi
cenderung bermain “kasar” sehingga mudah ditebak. Pembohong biasanya akan
menempatkan Anda pada situasi yang tidak nyaman supaya Anda tidak sempat
berpikir logis. Pembohong hanya ingin mendapat keuntungan instan sehingga
biasanya ia tidak menjaga perasaan Anda.
Penipu bagaikan ular. Ia lebih berbahaya
daripada pembohong karena cenderung bermain “halus” sehingga kewaspadaan korban
berkurang, tahu-tahu saja ia sudah diserang. Menipu adalah pekerjaan jangka
panjang. Seorang penipu mau repot-repot mengakrabkan diri dengan korbannya
supaya ia mendapat kepercayaan. Itulah gawatnya—kalau korban sudah percaya pada
penipu, ia tak akan sadar pada identitas asli si penipu walaupun sudah ditipu
berkali-kali.
Nah, bagaimana cara mewaspadainya?
Menghadapi pembohong, Anda hanya perlu
berpikir logis dan jangan terbawa situasi. Karena biasanya tidak direncanakan
dengan baik, kebohongan memiliki banyak celah—kata-kata yang tidak logis,
kurangnya kelengkapan pendukung kebohongan, dan sikap si pembohong yang
janggal. Favorit saya adalah yang terakhir. Manusia memiliki beberapa kebiasaan
saat berbohong: mata melihat ke kanan atas, memegang wajah, bernapas lebih
cepat, mengetuk-ngetukkan kaki dan sebagainya. Anda tinggal mengeceknya.
Sedangkan cara untuk mewaspadai penipu…
dengarkan kata-kata orang di sekitar Anda! Penipu biasanya sangat lihai
berpura-pura menjadi teman Anda sehingga Anda tidak merasakan ancaman apa pun.
Anda akan dibuatnya terlena. Oleh karena itu, apabila ada orang—terutama yang
dekat dengan Anda—memberi peringatan mengenai seseorang yang Anda rasa
sangatlah-bukan-penipu, jangan langsung mengabaikannya. Coba cek kebenarannya
terlebih dulu.
Hidup ini tak seaman yang Anda kira. Terhadap
siapapun yang Anda hadapi, sebaiknya pasanglah mata, telinga, dan perhatikan
insting Anda.
0 comments