Jangan Membuat Skripsi Seperti Membuat Frankenstein
Tuesday, January 24, 2017
Apa tantangan terbesar untuk lulus? Mungkin
skripsi. Sebagian mahasiswa lambat menyelesaikannya, kadang sampai
bertahun-tahun, bahkan keburu di-DO. Ada beberapa alasan kenapa mahasiswa
seperti itu. Pertama, kebanyakan kegiatan. Entah mengurus acara, bekerja, bisnis, atau lainnya. Kedua, mengembara mencari kitab suci—alias menghilang.
Tahu-tahu bepergian ke banyak tempat dan tak kunjung balik. Ketiga, skripsinya
terlalu susah. Mungkin kesulitan mengumpulkan data, dapat Dosen Pembimbing
Skripsi (DPS) yang tidak cocok, dan sebagainya. Keempat, mahasiswa yang
bersangkutan malas dan mager. Kebanyakan menunda sampai kehabisan semangat.
Sebenarnya masih ada alasan kelima, keenam, dan seterusnya. Semua tergantung
pada kondisi orang yang bersangkutan.
Nah, kebetulan saat ini saya sedang
mengerjakan skripsi. Sekarang memasuki semester 8 di Jurusan Sastra Prancis.
Semester lalu, saya ikut mata kuliah Seminar Proposal. Di sana kami diajari
untuk membuat proposal skripsi dan mempresentasikannya. Penelitian dilakukan dengan
sudut pandang sastra atau linguistik. Ada yang meneliti novel, film, puisi,
sampai komik. Proposalnya pakai bahasa Indonesia. Lalu dipresentasikan dalam
bahasa Prancis. Begitu juga saat menjawab pertanyaan dari dosen dan teman
sekelas. Susah? Iya. Untungnya, kami cukup sering melakukan itu di
semester-semester lalu. Jadi sudah tak terlalu bingung. Kelak saat pendadaran
pun harus berbahasa Prancis dari awal sampai akhir. Dari sekarang perlu rajin
berlatih.
Selama kuliah Seminar Proposal, kami didampingi
oleh sejumlah dosen. Yang utama adalah Mbak Sandy dan Mbak Arum. Keduanya
energik dan masih muda. Kami bahkan tak memanggil mereka Madame, melainkan
Mbak. Di jurusan saya, kebanyakan dosen lain sudah tua dan menikah. Biasanya
yang wanita dipanggil Madame dan yang lelaki dipanggil Monsieur. Kalau dosen
bule dipanggil langsung namanya. Nah, Mbak Sandy dan Mbak Arum ini bergantian
mengajar kelas Seminar Proposal. Kadang-kadang berbarengan juga. Tak hanya
teori, mereka memberi sejumlah nasihat bijak tentang skripsi.
“Jangan membuat skripsi seperti membuat
Frankenstein,” kata Mbak Arum suatu hari. Beliau menjelaskan, Frankenstein
adalah makhluk yang diciptakan oleh seorang ilmuwan. Terbuat dari potongan
mayat yang dijahit supaya menyatu. Lalu dihidupkan dengan cara disetrum listrik
dan petir. Pada akhirnya, dia memang hidup. Tapi jadi ciptaaan yang lepas
kendali dan berbahaya. Begitu juga dengan skripsi. Kalau kita hanya menyatukan
kumpulan data dengan asal tanpa memahami korelasinya, skripsi tak akan utuh. Terasa
tidak sinkron. Pertama, kita perlu memahami konsep penelitian dulu. Lalu
membaca banyak referensi dan mengumpulkan data. Barulah kemudian menuliskannya
menjadi kesatuan. Niscaya akan lebih baik.
Photo by freestocks on Unsplash |
Di kesempatan lain, Mbak Sandy bercerita
tentang suka duka mengerjakan skripsi. "Cepat atau lambat, kalian akan
menghadapi sesuatu yang bisa menghambat penelitian. Entah masalah keluarga,
putus cinta, bermasalah dengan DPS, dan sebagainya," kata beliau.
Kebetulan Mbak Sandy adalah DPS saya. Selama bimbingan, yang dibahas tak hanya
data, revisi, dan hal teoretis lainnya. Mbak Sandy menyempatkan diri untuk
mendengar curhatan saya dan memberi saran macam-macam. Beliau tahu kalau saya
punya blog yang aktif. Lantas beliau menyarankan untuk menggarap skripsi
seolah-olah sedang menulis blog. Jadi terasa lebih mudah dan seru. Sejak itu,
saya pun membuat blog khusus untuk perkembangan skripsi (diprivat supaya hanya
saya yang bisa membukanya).
Masih ada nasihat lain yang tak kalah penting.
Suatu hari Mbak Arum bertanya pada anak sekelas, seperti apa skripsi yang
paling baik? Apakah yang tebal dan superlengkap? Atau yang diterbitkan jadi
buku? Atau lainnya? Kami pun melontarkan sejumlah jawaban. Namun tak ada yang
tepat. Lantas Mbak Arum dan Mbak Sandy menjelaskan, "Skripsi yang paling
baik adalah skripsi yang selesai. Tak perlu membuatnya sempurna. Yang penting
adalah mengerjakannya. Pelan-pelan juga tak apa, asal ada langkah nyata yang
konsisten. Pokoknya terus berkembang sampai akhirnya selesai."
2 comments
Ya, skripsi yang bagus adalah yang selesai hehe. Dan punyaku belum selesai juga, tapi sebentar lagi semoga. Sukses ya Pandan utkmu!
ReplyDeleteYupss, nggak perlu membuatnya sempurna. Semangat juga ya Mbak Erny. Yuk kita selesaikan skripsi ini. Tinggal selangkah lagi terus lulus! 😆👍
Delete