Perjumpaan Spesial dengan Dee Lestari
Tuesday, January 10, 2017
Akhir tahun lalu saya ikut acara meet & greet dengan Dee Lestari. Itu
momen yang istimewa, sebab Dee adalah penulis favorit saya. Semua bukunya sudah
saya baca berulang-ulang—Perahu Kertas, Madre, Rectoverso, Filosofi Kopi, dan
tentunya serial Supernova yang fenomenal. Tiap buku menyenangkan untuk dibaca.
Favorit saya adalah Supernova. Saya terkesan pada tokoh-tokoh utamanya yang
berkarakter kuat. Selain itu, tiap jilid mengangkat tema berbeda. Banyak sekali
fakta-fakta ilmiah yang dimasukkan, tapi ceritanya tetap enak dibaca. Bagaimana
cara membuat tulisan seperti itu? Saya penasaran sekali. Sampai akhirnya, saya
dapat kesempatan untuk bertemu sang pengarang.
Photo by Joanna Kosinska on Unsplash |
Acara yang saya ikuti bertajuk 15
Tahun Supernova. Digelar di auditorium IFI – LIP Yogyakarta. Tempatnya tak
terlalu besar, peserta hanya sekitar 150 orang. Semua duduk menunggu dengan tenang.
Saat Dee datang, orang-orang pun bertepuk tangan. Namun atmosfernya beda dengan
talkshow Raditya Dika yang pernah
saya ikuti—waktu Dika muncul, mendadak semua orang bertepuk tangan meriah
sambil tertawa keras dan bersahabat. Nah, sambutan pada Dee ini lain. Peserta
tampak antusias sekaligus segan pada sosoknya. Hari itu dia tampil menawan
dengan setelan hitam dan rompi bunga-bunga. Senyumnya memikat, aura
selebritisnya menguar dengan kuat. Maklum, dia memang penulis merangkap
penyanyi beken.
Hari itu Dee banyak bercerita tentang
proses kreatif menulis Supernova. Mulai dari pencarian ide, riset, membangun
karakter tokoh, sampai pemasaran buku. Dia juga bercerita tentang berbagai
faktor eksternal yang mempengaruhi penulisan. Seperti pernikahan dan
perceraian, juga kelahiran kedua anaknya. Ternyata menciptakan karya memang tak
mudah. Butuh proses yang harus dihadapi tanpa menyerah. Selain itu, Dee juga
mengadakan tanya jawab dengan peserta. Berikut ini adalah beberapa kalimat Dee
yang berkesan bagi saya.
“Kemampuan menulis itu seperti otot. Harus sering dilatih supaya kuat.”
Ini kalimat yang paling penting. Kata
Dee, kita butuh jam terbang yang tinggi untuk jadi penulis handal. Tak bisa dengan
menulis sesekali saja. Kita harus menulis terus, dalam kondisi apa pun, dengan
tekad yang kuat. Malas atau bad mood bukanlah
alasan. Seorang penulis perlu menyisihkan waktu khusus untuk berkarya. Kalau
tidak, hari demi hari pun berlalu tanpa meninggalkan makna. Yang penting adalah
terus menulis. Tak mengapa kalau agak lambat, pokoknya ada perkembangan. Lama-kelamaan
kemampuan kita meningkat. Sejak itulah saya berusaha lebih rajin menulis.
Salah satunya lewat blog ini. Entah
apa yang saya tulis, entah ada yang baca atau tidak, yang penting disiplin
berkarya.
“Tak hanya fiksi, kita juga butuh membaca buku referensi.”
Ternyata Dee jarang membaca untuk
kesenangan pribadi. Dia lebih sering melahap berbagai buku referensi. Temanya
bisa apa saja—permesinan, budaya, bahkan luar angkasa. Ilmu yang diperoleh dia manfaatkan untuk menulis. Katanya, Dee adalah pembaca yang rakus. Dia tak
pernah puas dengan ilmu yang dimilikinya. Tak hanya belajar dari buku, dia juga
banyak ikut kursus. Mulai dari kursus masak, menari, merajut, sampai kursus
menulis! Gila. Ternyata kita memang tak boleh berhenti belajar. Jangan takut
meninggalkan zona nyaman yang selama ini membelenggu. Kita perlu bertemu lebih
banyak orang, pergi ke lebih banyak tempat, dan mengalami lebih banyak hal.
Semua itu akan menambah ide untuk menulis.
“Bagi saya, menulis adalah ibadah.”
Menulis tak hanya hobi,
kebutuhan, atau sarana mencari uang. Dee menganggapnya sebagai ibadah. Dia percaya kalau manusia lahir ke dunia dengan tujuan. Salah satunya adalah
berkontribusi pada sesama. Bisa dengan cara apa saja, tergantung kemampuan. Maka
dia menulis untuk menghargai kehidupan. Cara itu tak hanya memberi kedamaian
pada dirinya, tapi juga memberi manfaat pada pembaca. Penulis memang butuh niat yang mantap untuk berkarya. Tak hanya ingin tenar atau kaya. Kita butuh motivasi tertentu supaya tetap semangat. Jadi saat masa sulit datang, ada alasan untuk tidak berhenti dan menyerah.
2 comments
Terus berkarya Pandan :) :*
ReplyDeleteMakasih Ika. Kamu juga terus berkarya & mengabdi ya. Makasih banyak udah baca tulisanku :*
Delete